254
Ruang Rawat Inap
110
Dokter Spesialis
285
Perawat

Sorotan Artikel

PENYAKIT ALZHEIMER : PENELITIAN TERKINI TENTANG PENYEBAB, RISIKO, DAN PENCEGAHAN MELALUI GAYA HIDUP SEHAT

Penyakit Alzheimer, yang merupakan bentuk demensia paling umum, mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia dengan gejala yang mencakup penurunan kemampuan kognitif, memori, dan fungsi sehari-hari. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai penyebab dan faktor risiko Alzheimer telah mengalami kemajuan signifikan. Selain itu, ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa gaya hidup sehat dapat memainkan peran penting dalam mencegah atau menunda onset penyakit ini. Artikel ini akan membahas penelitian terbaru mengenai penyebab Alzheimer, faktor risiko, dan cara pencegahan melalui gaya hidup sehat. Penyebab Penyakit Alzheimer: Penelitian Terkini Penyebab pasti penyakit Alzheimer masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa penelitian terbaru memberikan wawasan baru tentang mekanisme di balik penyakit ini: Akumulasi Protein Berbahaya Penyakit Alzheimer ditandai dengan akumulasi dua protein abnormal di otak: beta-amiloid dan tau. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa: Beta-amiloid membentuk plak yang mengganggu komunikasi antar sel saraf. Terbaru, peneliti telah mengidentifikasi bahwa pembentukan plak ini mungkin dipicu oleh gangguan dalam sistem pembersihan sel otak yang disebut sistem glikosfer. Protein tau membentuk kusut neurofibrilar yang merusak struktur sel saraf. Penelitian juga menunjukkan bahwa penyebaran kusut tau melalui otak mengikuti pola tertentu yang mungkin menjelaskan progresivitas penyakit. Peradangan Saraf (Neuroinflamasi) Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa peradangan saraf berperan penting dalam perkembangan Alzheimer. Ada bukti yang menunjukkan bahwa reaksi peradangan yang berlebihan, yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang hiperaktif, dapat mempercepat kerusakan sel saraf dan memperburuk gejala. Genetik dan Epigenetik Faktor genetik memainkan peran besar dalam risiko Alzheimer. Gen APOE4 adalah salah satu faktor risiko genetik yang telah diidentifikasi, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor epigenetik (perubahan dalam ekspresi gen yang tidak melibatkan perubahan DNA itu sendiri) juga dapat memengaruhi risiko penyakit. Penelitian ini menyoroti bagaimana pola hidup dan lingkungan dapat mempengaruhi gen terkait Alzheimer. Mikrobiota Usus Ada penelitian yang menunjukkan hubungan antara kesehatan mikrobiota usus dan risiko Alzheimer. Gangguan pada mikrobiota usus dapat memengaruhi peradangan sistemik dan kesehatan otak, berpotensi meningkatkan risiko perkembangan Alzheimer. Faktor Risiko Penyakit Alzheimer Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan Alzheimer, beberapa di antaranya meliputi: Usia dan Genetik Usia adalah faktor risiko utama, dengan risiko meningkat seiring bertambahnya usia. Genetik juga berperan, terutama varian gen APOE4 yang dapat meningkatkan risiko penyakit secara signifikan. Kesehatan Kardiovaskular Faktor-faktor seperti hipertensi, diabetes, dan kadar kolesterol tinggi telah dikaitkan dengan risiko Alzheimer. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kesehatan kardiovaskular yang buruk dapat merusak pembuluh darah di otak, mempengaruhi fungsi kognitif. Kesehatan Mental dan Psikososial Depresi dan stres kronis dapat mempengaruhi risiko Alzheimer. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mengalami depresi berat mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan Alzheimer di kemudian hari. Gaya Hidup dan Lingkungan Paparan terhadap polusi udara dan faktor lingkungan lainnya juga dapat berkontribusi pada risiko Alzheimer, meskipun hubungan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Gaya Hidup Sehat untuk Mencegah Penyakit Alzheimer Gaya hidup sehat dapat memainkan peran penting dalam mencegah atau menunda onset penyakit Alzheimer. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa: Diet Sehat Diet Mediterania, yang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, ikan, dan lemak sehat seperti minyak zaitun, telah terbukti dapat mengurangi risiko Alzheimer. Makanan yang tinggi antioksidan dan asam lemak omega-3 juga dikaitkan dengan perlindungan otak. Aktivitas Fisik Olahraga teratur, seperti berjalan, berenang, atau aktivitas aerobik lainnya, dapat meningkatkan kesehatan otak dan mengurangi risiko Alzheimer. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan sirkulasi darah ke otak dan mengurangi peradangan. Stimulasi Kognitif Kegiatan yang menstimulasi otak, seperti membaca, teka-teki, dan pembelajaran sepanjang hayat, dapat membantu menjaga fungsi kognitif dan mengurangi risiko demensia. Penelitian menunjukkan bahwa stimulasi mental yang konsisten dapat memperlambat penurunan kognitif. Kesehatan Sosial dan Emosional Menjaga hubungan sosial yang aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas dapat mendukung kesehatan otak. Interaksi sosial yang positif telah dikaitkan dengan penurunan risiko Alzheimer dan peningkatan kesejahteraan mental. Tidur yang Cukup Kualitas tidur yang baik sangat penting untuk kesehatan otak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gangguan tidur, seperti sleep apnea, dapat meningkatkan risiko Alzheimer. Tidur yang cukup dan berkualitas dapat membantu dalam proses pembersihan protein berbahaya dari otak. Kesimpulan Penelitian terkini mengenai penyakit Alzheimer telah memberikan wawasan baru tentang penyebab, faktor risiko, dan pencegahannya. Meskipun belum ada solusi yang pasti untuk menyembuhkan Alzheimer, memahami penyebab dan faktor risiko dapat membantu dalam pengembangan terapi yang lebih baik. Sementara itu, gaya hidup sehat, termasuk diet yang baik, aktivitas fisik, stimulasi mental, dan kesehatan sosial, merupakan langkah penting untuk mencegah atau menunda onset penyakit Alzheimer. Upaya pencegahan yang konsisten dan pendekatan berbasis penelitian akan menjadi kunci dalam memerangi penyakit ini di masa depan.   Perlu pengobatan Alzheimer’s Disease dan Demesia? Segera hubungi 0822-5885-8870 bagian pendaftaran RS Advent Bandung Dr. Paulus Anam Ong, dr. Sp.S(K) (Praktek hari senin-jumat*) *Hubungi kami lebih lanjut untuk konfirmasi jam praktek

TUBERKULOSIS PADA ANAK DI INDONESIA : DATA TERKINI DAN PENDEKATAN KESEHATAN

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang masih signifikan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. TB pada anak-anak sering kali terlupakan, padahal mereka adalah kelompok yang sangat rentan terhadap penyakit ini. Artikel ini akan membahas data terkini mengenai tuberkulosis pada anak di Indonesia, serta pendekatan kesehatan yang perlu diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Data Terkini mengenai Tuberkulosis pada Anak di Indonesia Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2023, angka kejadian TB pada anak di Indonesia menunjukkan beberapa kekhawatiran. Data terbaru menunjukkan: Prevalensi: Di Indonesia, diperkirakan ada lebih dari 20.000 kasus TB pada anak setiap tahun. Ini mencakup anak-anak di bawah usia 15 tahun, dengan sebagian besar kasus terjadi pada anak usia 5-14 tahun. Tingkat Kematian: TB pada anak memiliki tingkat kematian yang signifikan jika tidak diobati dengan tepat. Menurut laporan WHO, tingkat kematian anak akibat TB di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan standar global. Tingkat Deteksi: Deteksi dini TB pada anak seringkali terhambat oleh gejala yang tidak spesifik dan kesulitan dalam pemeriksaan. Banyak kasus TB anak tidak terdiagnosis hingga penyakitnya sudah cukup parah. Resistensi Obat: Meskipun tidak seumum pada orang dewasa, kasus TB multi-obat-resistan (MDR-TB) juga terjadi pada anak-anak. Penanganan TB pada anak yang resisten terhadap obat menjadi tantangan tersendiri. Penyebab dan Faktor Risiko Beberapa faktor risiko utama TB pada anak meliputi: Paparan pada Orang Dewasa dengan TB Aktif: Anak-anak yang tinggal dengan orang dewasa yang menderita TB aktif memiliki risiko yang lebih tinggi. Kondisi Imunologis: Anak-anak dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti mereka yang terinfeksi HIV, lebih rentan terhadap TB. Kondisi Sosial-Ekonomi: Kemiskinan dan kondisi sanitasi yang buruk berkontribusi terhadap penyebaran TB. Anak-anak yang tinggal di lingkungan padat dan kurang bersih lebih berisiko. Pendekatan Kesehatan dan Strategi Penanggulangan Deteksi dan Diagnostik Dini: Penting untuk meningkatkan kesadaran akan gejala TB pada anak dan memperbaiki sistem deteksi dini. Pemeriksaan rutin dan tes tuberkulin (PPD) pada anak-anak dengan risiko tinggi perlu dilakukan. Vaksinasi: Program vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin) masih menjadi salah satu upaya pencegahan utama terhadap TB pada anak. Vaksin ini dapat mengurangi risiko TB berat dan komplikasi pada anak-anak. Pengobatan yang Tepat: Pengobatan TB pada anak harus dilakukan dengan regime obat yang sesuai dan di bawah pengawasan ketat untuk mencegah resistensi obat. Pengobatan harus dilakukan sesuai dengan pedoman nasional dan internasional. Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran: Edukasi kepada orang tua dan masyarakat mengenai gejala TB, pentingnya diagnosis dini, dan kepatuhan terhadap pengobatan adalah kunci dalam pengendalian TB pada anak. Peningkatan Infrastruktur Kesehatan: Memperbaiki fasilitas kesehatan dan memastikan akses yang memadai untuk diagnosis dan pengobatan TB sangat penting. Ini termasuk pelatihan tenaga medis dalam deteksi dan manajemen TB pada anak. Kesimpulan Tuberkulosis pada anak adalah masalah kesehatan yang serius di Indonesia dan memerlukan perhatian khusus. Dengan adanya data terkini, kita harus memperkuat upaya deteksi dini, meningkatkan pendidikan masyarakat, dan memastikan akses yang tepat untuk diagnosis dan pengobatan. Kerjasama antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan mengurangi dampak TB pada anak di Indonesia.   Butuh pengobatan Tuberkulosis (TB) pada anak? Segera hubungi 0822-5885-8870 bagian pendaftaran RS Advent Bandung   Dokter Anak RS Advent Bandung dr. Yeliana Kartawinata, Sp.A dr. Triasta, Sp.A dr. Doortje Emma Anna Kaligis, Sp.A DR. Anggraini Alam, dr. Sp. A (K) Prof. DR.. Kusnandi Rusmil, dr.,Sp.A(K),MM DR. Harry Raspati Achmad, dr. Sp. A (K).,MKes dr. Yasmar Alfa,Sp. A (K)

Uroginekologi: Pengertian, Bidang, dan Perkembangannya

Pengertian Uroginekologi Uroginekologi adalah cabang spesialisasi dalam kedokteran yang menggabungkan aspek urologi dan ginekologi untuk menangani gangguan pada sistem saluran kemih dan organ panggul wanita. Bidang ini fokus pada diagnosis dan pengobatan masalah seperti inkontinensia urin, prolaps organ panggul, dan gangguan disfungsi dasar panggul lainnya yang sering kali berdampak signifikan pada kualitas hidup pasien. Bidang dan Kondisi yang Ditangani 1. Inkontinensia Urin Inkontinensia urin adalah kondisi di mana terjadi kehilangan kontrol terhadap kandung kemih, yang menyebabkan keluarnya urin secara tidak sengaja. Kondisi ini dapat terjadi akibat melemahnya otot-otot dasar panggul, kerusakan saraf, atau efek samping dari operasi tertentu. 2. Prolaps Organ Panggul Prolaps organ panggul terjadi ketika otot dan jaringan penyangga di panggul melemah, menyebabkan organ-organ seperti kandung kemih, rahim, atau rektum turun dari posisi normalnya dan menonjol ke dalam vagina. Gejala prolaps organ panggul bisa berupa sensasi berat atau tekanan di area panggul, kesulitan buang air kecil, dan ketidaknyamanan saat berhubungan seksual. 3. Gangguan Disfungsi Dasar Panggul Gangguan ini mencakup berbagai kondisi yang mempengaruhi fungsi normal dari dasar panggul, termasuk nyeri panggul kronis, gangguan buang air besar, dan disfungsi seksual. Penanganan gangguan ini sering kali membutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan terapi fisik, pengobatan, dan kadang-kadang operasi. Metode Diagnostik Dalam uroginekologi, beberapa metode diagnostik yang umum digunakan antara lain: Urodinamik: Tes ini mengukur tekanan dan volume kandung kemih untuk menilai fungsi kandung kemih dan uretra. Cystoscopy: Prosedur ini menggunakan kamera kecil untuk memeriksa bagian dalam kandung kemih dan uretra. Ultrasonografi Panggul: Digunakan untuk memvisualisasikan struktur anatomi dasar panggul dan mendeteksi kelainan. Perkembangan Terbaru Perkembangan teknologi dan penelitian dalam bidang uroginekologi terus meningkatkan kemampuan diagnosis dan pengobatan. Beberapa inovasi terkini meliputi: Implantasi Mesh Vaginal: Penggunaan mesh sintetis untuk memperbaiki prolaps organ panggul dan inkontinensia urin. Namun, prosedur ini juga memiliki risiko komplikasi yang sedang dievaluasi lebih lanjut. Laser Terapi Vagina: Digunakan untuk meremajakan jaringan vagina dan mengurangi gejala atrophy vaginal serta inkontinensia urin ringan. Rehabilitasi Dasar Panggul: Terapi fisik yang melibatkan latihan otot dasar panggul untuk menguatkan otot-otot yang lemah dan memperbaiki fungsi panggul. Masih ada pertanyaan lebih lanjut mengenai Uroginekologi? Segera hubungi 0822-5885-8870 bagian pendaftaran RS Advent Bandung Subspesialis Uroginekologi Rekonstruksi Dr. Benny Hasan Purwara, dr., Sp.OG(K) (Senin-Kamis 10:00-11:00) Referensi Bump, R.C., Mattiasson, A., Bo, K., Brubaker, L.P., DeLancey, J.O.L., Klarskov, P., Shull, B.L., & Smith, A.R. (1996). The standardization of terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor dysfunction. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 175(1), 10-17. Dumoulin, C., Cacciari, L.P., Hay-Smith, E.J. (2018). Pelvic floor muscle training versus no treatment, or inactive control treatments, for urinary incontinence in women. Cochrane Database of Systematic Reviews, 2018(10). Jelovsek, J.E., Maher, C., & Barber, M.D. (2007). Pelvic organ prolapse. The Lancet, 369(9566), 1027-1038. Nager, C.W., Brubaker, L., Litman, H.J., Zyczynski, H.M., Varner, R.E., Sirls, L.T., Norton, P.A., Gormley, E.A., Rickey, L.M., Huang, A.J., Moalli, P., & Richter, H.E. (2014). A randomized trial of urodynamic testing before stress-incontinence surgery. New England Journal of Medicine, 366(21), 1987-1997. Weber, A.M., Abrams, P., Brubaker, L., Cundiff, G., Davis, G., Dmochowski, R., Fischer, J., Hull, T., Karram, M., Nager, C., & Nygaard, I. (2001). The standardization of terminology for researchers in female pelvic floor disorders. International Urogynecology Journal and Pelvic Floor Dysfunction, 12(3), 178-186.

Halo dengan Rumah Sakit Advent,
Saya mau bertanya ...